(Ketapang) Sabtu pagi yang cerah, tanggal 3 Mei 2025 Masehi, bertepatan dengan 5 Zulqaidah 1446 Hijriah, semesta seakan turut bersaksi atas bersatunya dua hati: Rizaldi bin Mustafa dari Pulau Maya, dan Indah Wahyu Septiani binti Slamet Mulyadi dari Paya Kumang, Delta Pawan.
Akad sakral terjalin di kediaman mempelai wanita, dalam suasana yang penuh takzim dan haru. Gemuruh gendang tar hadrah mengiring langkah mempelai pria, mengalun seperti doa, menggetarkan jiwa. Masyarakat menyambutnya dengan senyum hangat dan tatapan teduh — seakan cinta bukan hanya milik dua insan, tapi milik seluruh alam.
Irma Yunita Safitri, sang penata acara, menjadi penjaga irama kebahagiaan. Suaranya mengalun merangkai kata, menghidupkan momen menjadi cerita yang akan abadi dalam ingatan.
Tiba saatnya nasihat pernikahan menggema — KH Faisal Maksum, Ketua MUI Kabupaten Ketapang, hadir sebagai penuntun. Dengan suara bergetar makna, beliau menguraikan empat butir cahaya untuk menerangi jalan rumah tangga:
Jagalah salat, penjaga nurani dan pondasi kedamaian; dari sana lahir ketenangan yang menguatkan ikatan.
Sucikan ikatan cinta, peliharalah dengan komitmen dan rasa hormat — sebab cinta tumbuh dalam tanah kesetiaan.
Jaga lisan, jauhkan kemungkaran, utamanya dari pemimpin keluarga, karena dari mulut keluar kebaikan, atau kehancuran.
Terimalah kekurangan, saling ridha adalah pupuk cinta; dari penerimaan, tumbuh harmoni.
Beliau menyoroti kenyataan getir: meningkatnya perceraian, banyak di antaranya digugat oleh pihak perempuan. Sebuah panggilan agar kesiapan mental dan spiritual tak sekadar jadi wacana — tapi nyata dalam jiwa.
KH Faisal menutup tausiyahnya dengan doa:
“Semoga Rizaldi dan Indah dipelihara dalam cinta yang sakinah, mawaddah, dan rahmah — rumah yang menjadi surga, meski di dunia.”
Dan hari itu, langit Ketapang seakan lebih cerah, karena cinta tak sekadar disatukan — tetapi disucikan.
Penulis *AU*